Minggu, 08 Juni 2014

CINTA YANG TERPENDAM
Oleh : Mulyono Ardiansyah
            Aku adalah anak satu-satunya dalam keluargaku. Aku duduk dikelas XI. Aku sekolah di Rajawali yang dekat dengan rumahku. Jarak sekolah dari rumahku kira-kira hanya 100 meter. Disekolah, aku termasuk anak yang aktif sehingga aku bergabung di grup basket dan terpilih menjadi kapten basket dalam grup itu.
Kisah itu bermulai saat seorang gadis yang mempunyai paras cantik dan gaya yang anggun mempesona mataku sehingga lupa untuk berkedip sedikitpun. Aku dan dia tidak sekelas sehingga aku tidak mengenal gadis itu dengan jelas. Aku tidak tahu bahwa ada gadis secantik dia disekolahku, mungkin karena aku sibuk dengan kegiatanku yang lain. Awalnya semua berjalan biasa saja tetapi setelah lama mengenalnya hati ini bersuara seakan tak berhenti bagaikan angin yang berhembus kencang seakan-akan menarik hati ini untuk berkenalan denganya. Proses pertemuan itu dimulai ketika seorang temanku menganjurkan untuk mencoba mendekatinya. Pertemuan itu terasa garing karena mereka sangat mencemoohkanku dibelakang. Teman-temanku bagaikan algojo dibelakang yang selalu siap untuk beraksi ketika waktunya sudah tepat. Temanku senang jika kawanya sendiri dipermalukan oleh orang lain tetapi mereka tetap teman yang setia.
            Pembicaraan pun dimulai dan wajahku tersipu malu oleh senyumannya.
Santi : “Ada urusan apa saudara kemari ?
Aku : “ jangan panggil begitu, kedengarannya seperti orang dewasa saja, Aku. ingin berkenalan denganmu. Bolehkah kita berkenalan ?
Santi : “tentu saja, siapa namamu ?
Aku : “namaku Imran, aku kapten dari tim basket sekolah ini
Santi : Aku Santi, Aku sekertaris umum OSIS disekolah ini. Kenapa pipimu merah begitu ?
Aku : oh ini, tadi habis ditampar oleh teman-temanku, biasa mereka orangnya jail, jadi hiraukan saja (sambil tersenyum)
Santi : oh ya maaf, aku harus lekas pergi untuk mengantarkan pormulir perlombaan ke masing-masing sekolah (berlari kencang).
Aku : “oh ya, silahkan saja santi (seakan tidak terima santi pergi)
            Suasana malam dirumah terasa berbeda dari sebelumnya. Aku tertawa sendiri, melamun sendiri seperti orang yang kehilangan tujuannya. Aku teringat dengan pertemuan pada siang itu. Aku membayangkan betapa cantik dan anggunnya Santi. Dalam hati kecilku berkata “Andaikan engkau menjadi pacarku, sungguh akulah orang yang paling beruntung didunia ini” . Tidak lama kemudian lamunanku sirna seketika Ibu memanggilku untuk makan malam. Makan malam sangat pahit kurasakan ketika sesosok wanita sedang duduk dibangku meja yang berbentuk bundar. Aku berjalan perlahan dari tangga sambil meratapi gadis itu. Aku tidak tahu apa maksud Ibu mendatangkan gadis itu kerumah. Sambil turun kebawah aku membayangkan sesuatu yang tidak enak. Hatiku berkata “jangan-jangan ini adalah gadis yang ingin dijodohkan oleh ibu untukku”.
Ibu : “ Turunlah nak kenapa masih diam disitu ?
Aku : “oh ya bu, ini mau turun, (sambil membereskan penampilanku)
            Saat dimeja makan, pembicaraan yang membuat hatiku kesal terjadi. Ternyata ibu memang ingin menjodohkanku pada gadis mungil itu. Ibu dan ibunya sudah berteman sejak lama. Paras gadis itu memang cantik tapi aku tidak begitu suka padanya.
Ibu : “ Nak, perkenalkan namanya Rika, dia adalah pindahan baru dari kampung sebelah. Cepat berkenalan dengannya.
Aku : “ hai, namaku Imran, aku anak satu-satunya Ibu, dan aku anak tertampan dikeluarga ini (tertawa kecil)
Rika : “Aku Rika, aku pindahan dari kampung sebelah.
Aku : “ Mengapa pindah (penasaran)?
Rika : “Karena aku tidak nyaman dengan suasana kampung itu
Aku :” oh (seakan mengerti)
Sudahlah tidak usah menanyakan hal yang bukan menjadi urusanmu, jangan membuatnya seakan-akan bersalah karena pindah kemari (gumam ibu)
            Waktu sudah larut dan keluarga Rika membereskan barangnya untuk bersiap-siap pulang.
Ibu Rika : “ Lin kami pulang ya, terima kasih atas sajian makanannya malam ini.
Ibu : ya, sama-sama, lain waktu balik lagi ya.
Melihat keluarganya telah pergi, aku lekas pergi juga ke kamar untuk melanjutkan misiku, apalagi kalau bukan mengingat pembicaraan dengan Santi. Tidak lama kemudian aku terasa lemas dan capek sehingga tubuhku mengisyaratkan kalau aku harus tidur. Kejutanpun terus menghampiriku. Aku bermimpi bertemu Santi, kami berdua sedang duduk di sebuah taman yang indah. Taman itu ditemani oleh bunga-bunga yang mekar dan dihinggapi oleh kumbang. Taman beserta isinya seakan-akan menjadi saksi bisu dalam pertemuan kami. Dalam mimpi itu aku memberanikan diri untuk menyatakan cinta pada Santi dan dia menerima tawaranku. Sekejap aku melompat kegirangan dan kepalaku terantuk oleh batang pohon yang melindungi kami dari terik sang surya. Kejadiaan itu langsung membangunkanku. Aku sedikit merasa kecewa karena kejadian itu hanya fiktif belaka. Tiba-tiba alaram berbunyi, waktu menunjukkan pukul 07.30. Aku langsung berteriak dan lekas mandi untuk berangkat ke sekolah. Sesampai dibawah aku sudah disambut oleh sepiring roti dan secangkir susu. Tetapi aku menghiraukan semua itu dan langsung berlari menuju keluar. “Hai, Imran minum dulu susumu baru pergi (teriak ibu). “iya nanti pulang sekolah bu, aku harus cepat pergi karena aku sudah terlambat” (jawabku).
Di sekolah, aku melihat teman-teman sudah bermain basket. Tanpa berfikir panjang lebar aku langsung bergabung bersama mereka. Disisi lain, Santi sedang melewati lorong kelasku dan seketika aku tidak sengaja melihatnya berjalan dengan gaya anggunnya. Angin menerpa rambut Santi yang sedang berjalan. Aku langsung buyar dan tidak menyadari bola basket sedang menghampiriku. Tiba-tiba “bukk” kepalaku tertimpuk bola dan pusing mendadak. Aku menghapus-hapus kepalaku dan melihat kearah lorong kembali. Ternyata Santi sudah tidak terlihat lagi seperti hilang ditelan bumi.
Singkat cerita, Kenaikkan kelaspun tiba, saat itu diadakan pemilihan kelas IPA dan IPS. Perasaanku langsung menggebu-gebu bagaikan suara komando yang membelah langit ketika para guru menjadikan aku dan Sinta dalam satu kelas. Sekian lama aku mengagumkan Sinta dan memendam rasa suka padanya. Rasa suka itu bagai ungkapan “Sambil menyelam minum air”, dan sekarang keinginanku menjadi kenyataan. Suasana kelas baru dan hati yang baru kurasakan dikelas itu. Aku terus menatap kearah bangku Sinta yang tengah asik berbicara dengan teman lamanya yang juga masuk dalam kelas itu. Dia terlihat semakin mempesona saat tertawa. Tanpa kusadari dia juga menatapku dengan penuh heran, sekejap aku langsung malu dan memalingkan wajahku dari pandangannya. Tidak berapa lama bel berbunyi dan kami harus segera pulang. Waktu belajar hanya sebentar karena kami hanya diberikan peraturan dan pengarahan saja dikelas.  Niatnya aku ingin mengantar Sinta pulang tetapi dia sudah ada janji untuk rapat sehabis pulang sekolah. Harapanku pupus dan aku menerimanya dengan tidak ikhlas.
Setelah sampai dirumah aku melihat gadis mungil kemarin sudah duduk disofa bersama ibunya dan ibuku. Ibu memanggilku “nak, ayo duduk kemari, gabung disini. Aku memasang muka melas seakan tidak perduli dengan perbincangan mereka tetapi tetap mendengar sedikit pembicaraan mereka. Mereka membicarakan masalah perjodohan aku dan Rika. Salah satu pembicaraan yang kudengar adalah “ Kalau mereka sudah besar kita akan menjodohkan mereka berdua, mereka kelihatan cocok, yang satu tampan dan yang satu lagi juga cantik ditambah lagi mereka adalah anak yang baik dan berprestasi dikelasnya”. Tidak lama kemudian perbincangan itu selesai dan gadis itu bersama ibunya segera pulang. Sejurus kemudian aku langsung bertanya pada ibu
Aku : “Kenapa ibu menjodohkanku padanya (kesal)?
Ibu : “itu demi kebaikkanmu nak, semua ibu lakukan agar kamu tidak susah untuk mencari jodohmu (meyakinkanku).
Aku : “Tapi aku tidak menyukainya bu, lagian kalau aku sudah besar aku pasti bisa mencari pasangan yang terbaik untukku (membela diri).
Ibu : “ Ibu ngantuk, sudahlah ibu mau tidur siang dulu nanti kita bicarakan lagi (menghiraukanku dan pergi ke tempat tidur)
            Aku pasti membuktikan pada ibu kalau aku sudah menyukai seorang gadis yang tepat sekaligus menjadikannya pacarku. Aku yakin rasa sukaku hanya untuk Sinta seorang bukan untuk gadis lain. Aku juga akan menunjukkan pada Ibu  kalau keputusan yang kubuat sudah tepat (gumamku).
Selang beberapa hari, aku akhirnya memberanikan diri untuk menyatakan cinta padanya. “ Inilah waktu yang tepat untuk menyatakan perasaan sukaku padanya, ini kesempatanku selagi satu kelas dengannya” (gumamku dalam hati).
Saat semua perasaanku kusampaikan padanya, semuanya berjalan tidak seperti yang kuharapkan, karena hati ini bukan untuk dirinya lagi karena dia sudah menjadi milik orang lain. Hatiku langsung pupus dan sakit, menyalahkan diri sendiri yang tidak berani melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
Aku mengatakan selamat padanya dengan suasana hati seperti ditusuk pisau yang baru diasah. Aku sangat sedih karena masa depanku yang akan menemaniku dimasa hidupku kini telah menjadi milik orang lain. Sinta yang dulunya masih sendiri sekarang sudah dimiliki seorang pria bernama Anton. Anton adalah orang yang baik, cerdas dan lucu. Anton pandai membawa suasana sedih menjadi menyenangkan. Mungkin itu modal terjitu Anton untuk meluluhkan hati Sinta. Semakin hari aku semakin kesal dan marah dengan diriku karena tidak bisa mendapatkan Sinta. Aku semakin cemburu melihat kemesraan mereka berdua setiap harinya. Hati ini terasa semakin sakit seperti tercabik karena kelakuan mereka.
Hari demi hari terus berjalan, dan pada akhirnya aku bisa menerima kenyataan dengan ikhlas. Aku berusaha menyukai Rika. Walaupun awalnya terasa hampa, tetapi setelah sekian lama dekat dengan Rika dan memahami betul sosoknya rasa sukaku terus tumbuh dan bisa menerima Rika apa adanya. Aku menjadikan Rika sebagai pacarku dan bisa membuat luka dihatiku karena perbuatan Sinta lama-kelamaan hilang tanpa jejak.

**SELESAI**

Pesan Moral : Utarakanlah apa yang ingin kamu utarakan sebelum kamu menyesal di kemudian hari. Seperti yang bisa kita lihat, tokoh “aku” pada cerpen diatas. Imran tidak berani mengutarakan perasaan sukanya terhadap Sinta. Sinta terlanjur menjadi suka pada orang lain dibandingkan dengan Imran, tentunya ini semua karena kesalahan yang dibuat Imran. Andai saja dari lama Imran mengatakan cinta pada Sinta, tidak menutup kemungkinan Sinta akan menerimanya sebagai pacar dan menutup hatinya untuk pria lain. Imran yang memiliki jabatan kapten basket disekolah tentu dengan mudah menaklukkan hati para wanita jika jabatan itu dapat digunakannya dengan baik. Tetapi Imran bukan orang seperti itu, dia tetap rendah hati dengan apa yang dimilkinya. Nah, sifat seperti inilah yang wajib pembaca contoh untuk diterapkan dalam kehidupan masing-masing. Harus tetap rendah hati dengan kelebihan-kelebihan yang telah dimiliki.