CINTA YANG TERPENDAM
Oleh : Mulyono Ardiansyah
Aku adalah anak satu-satunya dalam
keluargaku. Aku duduk dikelas XI. Aku sekolah di Rajawali yang dekat dengan
rumahku. Jarak sekolah dari rumahku kira-kira hanya 100 meter. Disekolah, aku
termasuk anak yang aktif sehingga aku bergabung di grup basket dan terpilih
menjadi kapten basket dalam grup itu.
Kisah itu bermulai saat seorang gadis yang mempunyai
paras cantik dan gaya yang anggun mempesona mataku sehingga lupa untuk berkedip
sedikitpun. Aku dan dia tidak sekelas sehingga aku tidak mengenal gadis itu
dengan jelas. Aku tidak tahu bahwa ada gadis secantik dia disekolahku, mungkin
karena aku sibuk dengan kegiatanku yang lain. Awalnya semua berjalan biasa saja
tetapi setelah lama mengenalnya hati ini bersuara seakan tak berhenti bagaikan
angin yang berhembus kencang seakan-akan menarik hati ini untuk berkenalan
denganya. Proses pertemuan itu dimulai ketika seorang temanku menganjurkan
untuk mencoba mendekatinya. Pertemuan itu terasa garing karena mereka sangat
mencemoohkanku dibelakang. Teman-temanku bagaikan algojo dibelakang yang selalu
siap untuk beraksi ketika waktunya sudah tepat. Temanku senang jika kawanya
sendiri dipermalukan oleh orang lain tetapi mereka tetap teman yang setia.
Pembicaraan pun dimulai dan wajahku
tersipu malu oleh senyumannya.
Santi
: “Ada urusan apa saudara kemari ?
Aku
: “ jangan panggil begitu, kedengarannya seperti orang dewasa saja, Aku. ingin berkenalan
denganmu. Bolehkah kita berkenalan ?
Santi
: “tentu saja, siapa namamu ?
Aku
: “namaku Imran, aku kapten dari tim basket sekolah ini
Santi
: Aku Santi, Aku sekertaris umum OSIS disekolah ini. Kenapa pipimu merah begitu
?
Aku
: oh ini, tadi habis ditampar oleh teman-temanku, biasa mereka orangnya jail,
jadi hiraukan saja (sambil tersenyum)
Santi
: oh ya maaf, aku harus lekas pergi untuk mengantarkan pormulir perlombaan ke
masing-masing sekolah (berlari kencang).
Aku
: “oh ya, silahkan saja santi (seakan tidak terima santi pergi)
Suasana malam dirumah terasa berbeda
dari sebelumnya. Aku tertawa sendiri, melamun sendiri seperti orang yang
kehilangan tujuannya. Aku teringat dengan pertemuan pada siang itu. Aku
membayangkan betapa cantik dan anggunnya Santi. Dalam hati kecilku berkata
“Andaikan engkau menjadi pacarku, sungguh akulah orang yang paling beruntung
didunia ini” . Tidak lama kemudian lamunanku sirna seketika Ibu memanggilku
untuk makan malam. Makan malam sangat pahit kurasakan ketika sesosok wanita
sedang duduk dibangku meja yang berbentuk bundar. Aku berjalan perlahan dari
tangga sambil meratapi gadis itu. Aku tidak tahu apa maksud Ibu mendatangkan
gadis itu kerumah. Sambil turun kebawah aku membayangkan sesuatu yang tidak
enak. Hatiku berkata “jangan-jangan ini adalah gadis yang ingin dijodohkan oleh
ibu untukku”.
Ibu
: “ Turunlah nak kenapa masih diam disitu ?
Aku
: “oh ya bu, ini mau turun, (sambil membereskan penampilanku)
Saat dimeja makan, pembicaraan yang
membuat hatiku kesal terjadi. Ternyata ibu memang ingin menjodohkanku pada
gadis mungil itu. Ibu dan ibunya sudah berteman sejak lama. Paras gadis itu
memang cantik tapi aku tidak begitu suka padanya.
Ibu
: “ Nak, perkenalkan namanya Rika, dia adalah pindahan baru dari kampung
sebelah. Cepat berkenalan dengannya.
Aku
: “ hai, namaku Imran, aku anak satu-satunya Ibu, dan aku anak tertampan
dikeluarga ini (tertawa kecil)
Rika
: “Aku Rika, aku pindahan dari kampung sebelah.
Aku
: “ Mengapa pindah (penasaran)?
Rika
: “Karena aku tidak nyaman dengan suasana kampung itu
Aku
:” oh (seakan mengerti)
Sudahlah
tidak usah menanyakan hal yang bukan menjadi urusanmu, jangan membuatnya
seakan-akan bersalah karena pindah kemari (gumam ibu)
Waktu sudah larut dan keluarga Rika
membereskan barangnya untuk bersiap-siap pulang.
Ibu
Rika : “ Lin kami pulang ya, terima kasih atas sajian makanannya malam ini.
Ibu
: ya, sama-sama, lain waktu balik lagi ya.
Melihat keluarganya telah pergi, aku lekas pergi
juga ke kamar untuk melanjutkan misiku, apalagi kalau bukan mengingat
pembicaraan dengan Santi. Tidak lama kemudian aku terasa lemas dan capek
sehingga tubuhku mengisyaratkan kalau aku harus tidur. Kejutanpun terus
menghampiriku. Aku bermimpi bertemu Santi, kami berdua sedang duduk di sebuah
taman yang indah. Taman itu ditemani oleh bunga-bunga yang mekar dan dihinggapi
oleh kumbang. Taman beserta isinya seakan-akan menjadi saksi bisu dalam
pertemuan kami. Dalam mimpi itu aku memberanikan diri untuk menyatakan cinta
pada Santi dan dia menerima tawaranku. Sekejap aku melompat kegirangan dan kepalaku
terantuk oleh batang pohon yang melindungi kami dari terik sang surya.
Kejadiaan itu langsung membangunkanku. Aku sedikit merasa kecewa karena
kejadian itu hanya fiktif belaka. Tiba-tiba alaram berbunyi, waktu menunjukkan
pukul 07.30. Aku langsung berteriak dan lekas mandi untuk berangkat ke sekolah.
Sesampai dibawah aku sudah disambut oleh sepiring roti dan secangkir susu.
Tetapi aku menghiraukan semua itu dan langsung berlari menuju keluar. “Hai, Imran
minum dulu susumu baru pergi (teriak ibu). “iya nanti pulang sekolah bu, aku
harus cepat pergi karena aku sudah terlambat” (jawabku).
Di sekolah, aku melihat teman-teman sudah bermain
basket. Tanpa berfikir panjang lebar aku langsung bergabung bersama mereka.
Disisi lain, Santi sedang melewati lorong kelasku dan seketika aku tidak
sengaja melihatnya berjalan dengan gaya anggunnya. Angin menerpa
rambut Santi yang sedang berjalan.
Aku langsung buyar dan tidak
menyadari bola basket sedang menghampiriku. Tiba-tiba “bukk” kepalaku tertimpuk
bola dan pusing mendadak. Aku menghapus-hapus kepalaku dan melihat kearah
lorong kembali. Ternyata Santi sudah tidak terlihat lagi seperti hilang ditelan
bumi.
Singkat cerita, Kenaikkan kelaspun tiba, saat itu
diadakan pemilihan kelas IPA dan IPS. Perasaanku langsung menggebu-gebu
bagaikan suara komando yang membelah langit ketika para guru menjadikan aku dan
Sinta dalam satu kelas. Sekian lama aku mengagumkan Sinta dan memendam rasa
suka padanya. Rasa suka itu bagai ungkapan “Sambil menyelam minum air”, dan sekarang
keinginanku menjadi kenyataan. Suasana kelas baru dan hati yang baru kurasakan
dikelas itu. Aku terus menatap kearah bangku Sinta yang tengah asik berbicara
dengan teman lamanya yang juga masuk dalam kelas itu. Dia terlihat semakin
mempesona saat tertawa. Tanpa kusadari dia juga menatapku dengan penuh heran,
sekejap aku langsung malu dan memalingkan wajahku dari pandangannya. Tidak
berapa lama bel berbunyi dan kami harus segera pulang. Waktu belajar hanya
sebentar karena kami hanya diberikan peraturan dan pengarahan saja
dikelas. Niatnya aku ingin mengantar
Sinta pulang tetapi dia sudah ada janji untuk rapat sehabis pulang sekolah.
Harapanku pupus dan aku menerimanya dengan tidak ikhlas.
Setelah sampai dirumah aku melihat gadis mungil
kemarin sudah duduk disofa bersama ibunya dan ibuku. Ibu memanggilku “nak, ayo
duduk kemari, gabung disini. Aku memasang muka melas seakan tidak perduli
dengan perbincangan mereka tetapi tetap mendengar sedikit pembicaraan mereka.
Mereka membicarakan masalah perjodohan aku dan Rika. Salah satu pembicaraan
yang kudengar adalah “ Kalau mereka sudah besar kita akan menjodohkan mereka
berdua, mereka kelihatan cocok, yang satu tampan dan yang satu lagi juga cantik
ditambah lagi mereka adalah anak yang baik dan berprestasi dikelasnya”. Tidak
lama kemudian perbincangan itu selesai dan gadis itu bersama ibunya segera
pulang. Sejurus kemudian aku langsung bertanya pada ibu
Aku
: “Kenapa ibu menjodohkanku padanya (kesal)?
Ibu
: “itu demi kebaikkanmu nak, semua ibu lakukan agar kamu tidak susah untuk
mencari jodohmu (meyakinkanku).
Aku
: “Tapi aku tidak menyukainya bu, lagian kalau aku sudah besar aku pasti bisa
mencari pasangan yang terbaik untukku (membela diri).
Ibu
: “ Ibu ngantuk, sudahlah ibu mau tidur siang dulu nanti kita bicarakan lagi
(menghiraukanku dan pergi ke tempat tidur)
Aku
pasti membuktikan pada ibu kalau aku sudah menyukai seorang gadis yang tepat
sekaligus menjadikannya pacarku. Aku yakin rasa sukaku hanya untuk Sinta
seorang bukan untuk gadis lain. Aku juga akan menunjukkan pada Ibu kalau keputusan yang kubuat sudah tepat
(gumamku).
Selang beberapa hari, aku akhirnya memberanikan diri
untuk menyatakan cinta padanya. “ Inilah waktu yang tepat untuk menyatakan
perasaan sukaku padanya, ini kesempatanku selagi satu kelas dengannya” (gumamku
dalam hati).
Saat semua perasaanku kusampaikan padanya, semuanya
berjalan tidak seperti yang kuharapkan, karena hati ini bukan untuk dirinya
lagi karena dia sudah menjadi milik orang lain. Hatiku langsung pupus dan
sakit, menyalahkan diri sendiri yang tidak berani melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.
Aku mengatakan selamat padanya dengan suasana hati
seperti ditusuk pisau yang baru diasah. Aku sangat sedih karena masa depanku
yang akan menemaniku dimasa hidupku kini telah menjadi milik orang lain. Sinta
yang dulunya masih sendiri sekarang sudah dimiliki seorang pria bernama Anton.
Anton adalah orang yang baik, cerdas dan lucu. Anton pandai membawa suasana
sedih menjadi menyenangkan. Mungkin itu modal terjitu Anton untuk meluluhkan hati
Sinta. Semakin hari aku semakin kesal dan marah dengan diriku karena tidak bisa
mendapatkan Sinta. Aku semakin cemburu melihat kemesraan mereka berdua setiap
harinya. Hati ini terasa semakin sakit seperti tercabik karena kelakuan mereka.
Hari demi hari terus berjalan, dan pada akhirnya aku
bisa menerima kenyataan dengan ikhlas. Aku berusaha menyukai Rika. Walaupun
awalnya terasa hampa, tetapi setelah sekian lama dekat dengan Rika dan memahami
betul sosoknya rasa sukaku terus tumbuh dan bisa menerima Rika apa adanya. Aku
menjadikan Rika sebagai pacarku dan bisa membuat luka dihatiku karena perbuatan
Sinta lama-kelamaan hilang tanpa jejak.
**SELESAI**
Pesan Moral : Utarakanlah
apa yang ingin kamu utarakan sebelum kamu menyesal di kemudian hari. Seperti
yang bisa kita lihat, tokoh “aku” pada cerpen diatas. Imran tidak berani
mengutarakan perasaan sukanya terhadap Sinta. Sinta terlanjur menjadi suka pada
orang lain dibandingkan dengan Imran, tentunya ini semua karena kesalahan yang
dibuat Imran. Andai saja dari lama Imran mengatakan cinta pada Sinta, tidak
menutup kemungkinan Sinta akan menerimanya sebagai pacar dan menutup hatinya
untuk pria lain. Imran yang memiliki jabatan kapten basket disekolah tentu
dengan mudah menaklukkan hati para wanita jika jabatan itu dapat digunakannya
dengan baik. Tetapi Imran bukan orang seperti itu, dia tetap rendah hati dengan
apa yang dimilkinya. Nah, sifat seperti inilah yang wajib pembaca contoh untuk
diterapkan dalam kehidupan masing-masing. Harus tetap rendah hati dengan
kelebihan-kelebihan yang telah dimiliki.